Akankah Pemimpin Non Muslim yang Jujur Lebih Baik dari Pemimpin Muslim yang Korupsi?
Merujuk dari tulisan Muhammad Abduh Tausikal
Bersama Rakyat - Ramai perdebatan terkait anjuran dalam memilih pemimpin. Apakah harus tetap memilih pemimpin muslim yang korupsi sedangkan pemimpin muslim yang selalu jujur.
Bila dihadapkan dengan kedua pilihan tersebut memang berat rasanya untuk dapat memilih dengan benar. Rasa kesal terhadap pemimpin muslim yang selalu korupsi terkadang membuat kita melupakan anjuran dalam memilih pemimpin. Terlebih bila pemimpin non muslim itu benar-benar jujur dan tidak korupsi.
Apakah kita harus memilih pemimpin non muslim?
Bila menurut kata hati, tentu kita selalu mendambakan pemimpin yang bersih dan jujur dan yang paling utama adalah seagama.
Meskipun begitu, tetap saja kita tidak boleh melupakan akidah kita dan perintah Allah untuk tetap istiqomah dalam memilih pemimpin muslim.
Allah SWT telah melarang kita sebagai umat muslim untuk memilih pemimpin yang bukan dari golongan kita atau seagama dengan kita. Larangan ini datangnya dari Allah SWT, bila Anda beriman kepadanya, tentunya alasan apapun tidak akan membuat Anda lantas memilih pemimpin non muslim meskipun ia jujur, adil dan tidak korupsi. Kenapa demikian? Ya itu karena larangan itu datangnya dari Allah, bukan nabi Muhammad SAW. (Bagi pembaca non muslim, Anda tidak usah memberikan komentar apapun, karena ini menurut keyakinan kami, jadi hargai dan berikan kami toleransi. Karena saya sangat yakin dalam agama kalian juga ada tuntunan dalam memilih pemimpin, dan itu sangat kami hormati asal Anda tidak memaksakan kehendak).
Bila Anda mendengar perkataan orang, ini kan negara pancasila bukan negara islam, apakah kita tidak boleh menerapkan hukum islam dalam diri kita masing-masing dengan tetap menjujung tinggi nilai-nilai pancasila? bukan nilai kebhinekaan, karena dalam pancasila yang paling utama juga Ketuhanan yang Maha Esa. Silahkan baca butir-butir pancasila agar lebih paham mengenai apa itu ketuhanan yang maha esa.
Jika Anda seorang pancasilais, dan menjunjung tinggi kebhinekaan, tentu yang paling utama Anda dahulukan adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan dalam agama islam, Allah SWT berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141)
*Bagi yang non muslim, jangan pernah lagi mempersoalkan masalah istilah kafir yang kami sebutkan dan tujukan kepada Anda. Bila Anda yang non muslim mengatakan kami domba yang tersesat, maka kami menyebut kalian Kafir, suatu hal yang wajar bila kita merujuk pada kitab masing-masing. Jadi jangan pernah lagi mempermasalahkan soal ini, karena kami tidak akan mempermasalahkan sebutan Anda pada kami dengan istilah domba tersesat, karena itu keyakinan Anda dan jangan pernah Anda paksakan kepada kami).
Terkait non muslim yang berada dalam sistem pemerintahan, Rasullulah SAW juga pernah mempekerjakan non muslim seperti hadis berikut ini,
وَاسْتَأْجَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا
مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ
قُرَيْشٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy.” (HR. Bukhari no. 2264).
Dari hadist tersebut sudah jelas, bahwa Rasullulah mempekerjakan mereka bukan sebagai pemimpin. Bukan Pemimpin!
Terkait memilih pemimpin, Muhammad Abduh Tausikal memberikan penjelasan melalui perkataan Abdullah bin Mas'ud seperti berikut,
لأَنْ أَحْلِفَ بِاللَّهِ كَاذِبًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أنْ أَحْلِفَ بِغَيْرِهِ وَأنَا صَادِقٌ
“Aku bersumpah dengan nama Allah dalam keadaan berdusta lebih aku sukai daripada aku jujur lalu bersumpah dengan nama selain Allah.” (HR. Ath Thobroni dalam Al Kabir. Guru kami, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Kata Syaikh Sholeh Al Fauzan, di antara faedah dari hadits di atas adalah bolehnya mengambil mudarat yang lebih ringan ketika berhadapan dengan dua kemudaratan. (Al Mulakhos fii Syarh Kitabit Tauhid, hal. 328).
Kaedah dari pernyataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah,
اِرْتِكَابُ أَخَفِّ المفْسَدَتَيْنِ بِتَرْكِ أَثْقَلِهِمَا
“Mengambil mafsadat yang lebih ringan dari dua mafsadat yang ada dan meninggalkan yang lebih berat.” (Fathul Bari, 9: 462)
Dalam kitab yang sama, Ibnu Hajar juga menyatakan kaedah,
جَوَازُ اِرْتِكَابِ أَخَفِّ الضَّرَرَيْنِ
“Bolehnya menerjang bahaya yang lebih ringan.” (Fathul Bari, 10: 431)
Kalau kita bandingkan saat mesti memilih antara pemimpin muslim yang gemar maksiat dengan pemimpin non muslim yang jujur dan adil, maka tetap saja pemimpin muslim lebih utama untuk dijadikan pilihan. Mudaratnya tentu lebih ringan. Apa alasannya?
Alasan pertama, kita tidak boleh mengambil pemimpin dari orang kafir. Alasan kedua, kita akan lebih mudah dalam menjalani agama karena pemimpin semacam itu lebih mengerti akan kebutuhan kaum muslimin. Alasan ketiga, non muslim tidak mudah menindas kaum muslimin atau menyebar ajaran mereka.
Kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin muslim misalnya dengan korupsi, itu adalah kesalahannya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas tindak jeleknya. Namun agama kita pasti akan lebih selamat dan orang muslim pun akan peduli pada sesama saudaranya. Beda halnya dengan non muslim. Muslim yang bermaksiat masih lebih mending, berbeda dengan non muslim yang diancam akan kekal di neraka.Jadi bagi yang masih mengatakan pemimpin non muslim itu lebih baik, berpikirlah dengan nalar yang baik dan banyak mengkaji ayat-ayat Al Qur’an. Lihatlah bagaimana Allah menyebut non muslim dalam ayat berikut ini,
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ
جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan
orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal
di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6). Ini firman Allah loh yang tidak mungkin keliru. Beda kalau tidak percaya akan wahyu.Loyalitas seorang muslim haruslah kepada sesama muslim bukan kepada yang berlawanan agama dengannya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)Dalam ayat lain disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al Mumtahanah: 1)Marilah kaum muslimin melihat realita yang terjadi. Cobalah renungkan sejenak, bagaimana nasibnya nanti jika akhirnya pemimpin non muslim yang akan maju sebagai pewaris kekuasaan.Hanya Allah yang memberi taufik.
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://bersama-rakyat.blogspot.com/. Terima kasih.
Newer Posts
Newer Posts
Older Posts
Older Posts
Comments